kisah dua tukang sol

7 juni 2011|cerita islam,kisah teladan islam,cerita muslim

Mang Udin, begitulah dia
dipanggil, seorang penjual jasa
perbaikan sepatu yang sering
disebut tukang sol. Pagi buta
sudah melangkahkan kakinya
meninggalkan anak dan istrinya
yang berharap, nanti sore hari
mang Udin membawa uang
untuk membeli nasi dan sedikit
lauk pauk. Mang Udin terus
menyusuri jalan sambil berteriak
menawarkan jasanya. Sampai
tengah hari, baru satu orang
yang menggunakan jasanya. Itu
pun hanya perbaikan kecil.
Perut mulai keroncongan. Hanya
air teh bekal dari rumah yang
mengganjal perutnya. Mau beli
makan, uangnya tidak cukup.
Hanya berharap dapat order
besar sehingga bisa membawa
uang ke rumah. Perutnya sendiri
tidak dia hiraukan.
Di tengah keputusasaan, dia
berjumpa dengan seorang
tukan sol lainnya. Wajahnya
cukup berseri.
“Pasti, si Abang
ini sudah dapat uang banyak
nich.
” pikir mang Udin. Mereka
berpapasan dan saling
menyapa. Akhirnya berhenti
untuk bercakap-cakap.
“Bagaimana dengan hasil hari
ini bang? Sepertinya laris nich?”
kata mang Udin memulai
percakapan.
“Alhamdulillah. Ada beberapa
orang memperbaiki sepatu.”
kata tukang sol yang kemudian
diketahui namanya Bang Soleh.
“Saya baru satu bang, itu pun
cuma benerin jahitan.” kata
mang Udin memelas.
“Alhamdulillah, itu harus
disyukuri.”
“Mau disyukuri gimana, nggak
cukup buat beli beras juga.”
kata mang Udin sedikit kesal.
“Justru dengan bersyukur,
nikmat kita akan ditambah.”
kata bang Soleh sambil tetap
tersenyum.
“Emang begitu bang?” tanya
mang Udin, yang sebenarnya
dia sudah tahu harus banyak
bersyukur.
“Insya Allah. Mari kita ke Masjid
dulu, sebentar lagi adzan
dzuhur.
” kata bang Soleh sambil
mengangkat pikulannya.
Mang udin sedikit kikuk, karena
dia tidak pernah
“mampir” ke
tempat shalat.
“Ayolah, kita mohon kepada
Allah supaya kita diberi rezeki
yang barakah.

Akhirnya, mang Udin mengikuti
bang Soleh menuju sebuah
masjid terdekat. Bang Soleh
begitu hapal tata letak masjid,
sepertinya sering ke masjid
tersebut.
Setelah shalat, bang Soleh
mengajak mang Udin ke
warung nasi untuk makan
siang. Tentu saja mang Udin
bingung, sebab dia tidak punya
uang. Bang Soleh mengerti,
“Ayolah, kita makan dulu. Saya
yang traktir.”
Akhirnya mang Udin ikut makan
di warung Tegal terdekat.
Setelah makan, mang Udin
berkata,
“Saya tidak enak nich. Nanti
uang untuk dapur abang
berkurang dipakai traktir saya.

“Tenang saja, Allah akan
menggantinya. Bahkan lebih
besar dan barakah.
” kata bang
Soleh tetap tersenyum.
“Abang yakin?”
“Insya Allah.” jawab bang soleh
meyakinkan.
“Kalau begitu, saya mau shalat
lagi, bersyukur, dan mau
memberi kepada orang lain.

kata mang Udin penuh harap.
“Insya Allah. Allah akan
menolong kita.” Kata bang Soleh
sambil bersalaman dan
mengucapkan salam untuk
berpisah.
Keesokan harinya, mereka
bertemu di tempat yang sama.
Bang Soleh mendahului
menyapa.
“Apa kabar mang Udin?”
“Alhamdulillah, baik. Oh ya, saya
sudah mengikuti saran Abang,
tapi mengapa koq penghasilan
saya malah turun? Hari ini, satu
pun pekerjaan belum saya
dapat.
” kata mang Udin
setengah menyalahkan.
Bang Soleh hanya tersenyum.
Kemudian berkata,
“Masih ada hal yang perlu mang
Udin lakukan untuk mendapat
rezeki barakah.

“Oh ya, apa itu?” tanya mang
Udin penasaran.
“Tawakal, ikhlas, dan sabar.”
kata bang Soleh sambil
kemudian mengajak ke Masjid
dan mentraktir makan siang
lagi.
Keesokan harinya, mereka
bertemu lagi, tetapi di tempat
yang berbeda. Mang Udin yang
berhari-hari ini sepi order
berkata setengah menyalahkan
lagi,
“Wah, saya makin parah.
Kemarin nggak dapat order,
sekarang juga belum. Apa saran
abang tidak cocok untuk saya
?”
“Bukan tidak, cocok. Mungkin
keyakinan mang Udin belum
kuat atas pertolongan Allah.
Coba renungkan, sejauh mana
mang Udin yakin bahwa Allah
akan menolong kita
?” jelas bang
Soleh sambil tetap tersenyum.
Mang Udin cukup tersentak
mendengar penjelasan tersebut.
Dia mengakui bahwa hatinya
sedikit ragu. Dia
“hanya” coba-
coba menjalankan apa yang
dikatakan oleh bang Soleh.
“Bagaimana supaya yakin
bang?” kata mang Udin sedikit
pelan hampir terdengar.
Rupanya, bang Soleh sudah
menebak, kemana arah
pembicaraan.
“Saya mau bertanya, apakah kita
janjian untuk bertemu hari ini,
disini
?” tanya bang Soleh.
“Tidak.”
“Tapi kenyataanya kita bertemu,
bahkan 3 hari berturut. Mang
Udin dapat rezeki bisa makan
bersama saya. Jika bukan Allah
yang mengatur, siapa lagi
?”
lanjut bang Soleh. Mang Udin
terlihat berpikir dalam. Bang
Soleh melanjutkan,
“Mungkin,
sudah banyak petunjuk dari
Allah, hanya saja kita jarang
atau kurang memperhatikan
petunjuk tersebut
. Kita tidak
menyangka Allah akan
menolong kita, karena kita
sebenarnya tidak berharap. Kita
tidak berharap, karena kita tidak
yakin.

Mang Udin manggut-manggut.
Sepertinya mulai paham.
Kemudian mulai tersenyum.
“OK dech, saya paham. Selama
ini saya akui saya memang ragu.
Sekarang saya yakin. Allah
sebenarnya sudah membimbing
saya, saya sendiri yang tidak
melihat dan tidak
mensyukurinya. Terima kasih
abang.” kata mang Udin,
matanya terlihat berkaca-kaca.
“Berterima kasihlah kepada
Allah. Sebentar lagi dzuhur, kita
ke Masjid yuk. Kita mohon
ampun dan bersyukur kepada
Allah.

Mereka pun mengangkat
pikulan dan mulai berjalan
menuju masjid terdekat sambil
diiringi rasa optimist bahwa
hidup akan lebih baik.

Back to posts
Comments:
[2013-08-03 05:43] Syawal:

Ass..
Yah..
Kisahnya lmyan bgus jga..
Tpi alangkah baiknya klo punya banyk crita lainnya tentang islam..

[2011-06-07 14:36] Shootx:

Hehe,hasil comot sana sini

[2011-06-07 14:12] Riow:

Cerita penuh semangat.tapi kayaknya pernah baca,tp d mana ea, http://riow.hexat.com

[2011-09-30 12:55] bajre:
[2011-09-30 12:53] bajre:

mantap gan'".www.bajre.mobie.in


12»
Post a comment

mp3
wallpaper
aplikasi
ebook
artikel
Online Users
15/253876

XtGem Forum catalog